Makhluk Berbulu Penyebab Kontaminan
Hewan burung sudah menjadi rahasia umum bahwa sering dijadikan oleh manusia sebagai peliharaan. Pada kalangan masyarakat ada selentingan obrolan “saat pensiun, orang tua khususnya laki – laki pasti mengurus peliharaan burung, seperti dimandikan, diberi makan, hingga diajak berbicara”. Namun tidak setiap jenis burung bisa diperlakukan sedemikian rupa. Beberapa jenis diantaranya memiliki sifat mengganggu, merugikan, dan merusak karena sifat invasif mereka dalam jumlah kawanan besar, dan buang kotoran di sembarang tempat.
Beberapa spesies burung di Indonesia dianggap sebagai gangguan nyata bagi bisnis. Sebagian besar hama burung masuk ke dalam bangunan melalui area loading dock, atap bangunan yang rusak dan celah antara dinding dan atap. Ketika burung masuk ke dalam bangunan dalam jumlah besar, maka menimbulkan kerugian bagi pemilik bisnis seperti:
· Kotoran
dan bulu mereka dapat menularkan lebih dari 60 penyakit dan mengganggu kualitas udara, menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan serius bagi karyawan dan pelanggan.
· Menyebabkan
kerusakan properti dengan membongkar genteng, memblokir sistem talang air
dengan sarangnya, dan meninggalkan kotoran yang merusak bahan bangunan.
· Mengkontaminasi
makanan yang mungkin menyebabkan penutupan usaha atau penangguhan oleh otoritas
kesehatan masyarakat.
· Membawa kutu, tungau, pinjal dan serangga parasit penghisap darah lainnya yang dapat menyebarkan penyakit dan menimbulkan risiko kesehatan serius.
Burung merpati (Columba livia) memiliki warna biru keabu abuan dengan ukuran 30 – 31 cm. Memiliki kebiasaan makan biji – bijian, sisa – sisa pakan hijau, hidup domestik di dalam dan sekitar kota. Burung merpati berkerah (Streptopelia decaocta) memiliki warna coklat keabuan dengan pita hitam pendek di bagian leher, ukuran tubuh 31 – 34 cm, dan kebiasaan makan biji – bijian serta bersarang di pohon dan kanopi. Merpati berkerah memiliki tingkah laku untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar, salah satunya dalam hal pakan. Merpati yang kelaparan atau kebutuhan pakannya kurang tercukupi, akan memakan apapun jenis pakan yang dapat dimakannya, dan merpati akan mudah bosan terhadap satu macam bahan pakan.
Burung layang – layang memiliki warna bagian atas biru baja, pinggir tenggorokan kemerahan, perut putih, ekor sangat panjang bitnik putih pada ujung bulu, ukuran tubuh 20 cm, hinggap pada kawat, tiang. Burung layang – layang tidak pernah membuat sarang di pohon, tetapi mereka lebih suka membuat sarang di goa-goa, di rumah penduduk atau di bawah jembatan. Sebenarnya, burung ini tidak memerlukan tempat yang gelap dan lembap. Asal tempat tersebut memiliki suhu tidak lebih dari 30 derajat, mereka bisa meninggalinya. Burung jalak eropa memiliki sayap runcing, ekor pendek yang terlihat hitam polos, tetapi jika terkena cahaya warna akan menjadi hijau atau ungu, ukuran tubuh 20 – 23 cm, dan hidup di daerah pertanian dan akan ke kota dalam jumlah besar apabila habitatnya merasa terganggu. Jalak eropa bisa menjadi hama ketika mereka memakan buah, gangguan kebisingan dan kekacauan.
Burung
perling kumbang memiliki warna hitam mengkilat pada individu dewasa dan untuk
remaja bagian perut berwarna putih dengan coretan hitam. Ukuran tubuh 20,5 –
25,5 cm, hidup berkelompok, dan mendiami pohon berbuah di area perkotaan. Perilaku
burung perling kumbang untuk jenis makanannya berupa buah-buahan, serangga,
nektar, serta siput. Burung ini juga sering membentuk sebuah kelompok untuk
berburu makanan dan beristirahat di dahan pepohonan. Burung gereja termasuk
burung yang dominasinya tinggi di perkotaan maupun pedesaan. Ciri jantan
memiliki mahkota berwarna abu – abu, tenggorokan hitam, sedangkan betina warna
tubuhnya coklat polos. Ukuran tubuh 15 cm, hidup berkelompok, dan mendiami kota
– kota dalam jumlah yang besar.
Mengenali tanda – tanda infestasi burung
dapat mempermudah dalam proses pengendalian populasinya. Hal tersebut
memberikan keuntungan terhadap bangunan maupun bisnis karena tidak lagi
terganggu oleh keberadaan burung. Berikut ini adalah tanda – tanda infestasi
burung;
· Burung
bersarang di atap atau tepian
· Suara
burung
· Sarang
burung, material sarang bertebaran di sekitar bangunan
· Efek
kerusakan, seperti bekas patukan dari paruh
· Kotoran
· Bulu
yang rontok
· Bangkai
burung
Selain menimbulkan kerugian secara fisik
bangunan dan lingkungan sekitar, permasalahan burung yang tidak terselesaikan
dapat menimbulkan masalah penyakit. Burung diketahui pembawa penyakit dan
menjadi inang. Beberapa penyakit yang dibawa burung seperti;
· Salmonella – bakteri yang dibuang oleh burung camar dan merpati, dapat menyebabkan Salmonellosis dan demam Paratifoid
· Psittacosis –Ornitologi atau dikenal juga dengan sebutan Pigeon Fancier’s lung adalah penyakit yang ditularkan dengan menghirup bakteri dari kotoran yang kering atau memegang bulu.
· Unggas
– ditularkan ke orang yang terpapar kotoran atau ekskresi lain dari merpati
yang terinfeksi.
· Escherichia
coli (E.Coli) – virus sebagian besar disebarkan oleh burung camar, dapat
menyebabkan gastroenteritis dan septikemia.
· Infeksi
jamur – Dibawa oleh kotoran burung menyebabkan histoplasmosis dan kriptokokosis
dibawa dalam kotoran burung
· Tungau burung – Memakan darah burung tetapi akan menggigit manusia. ini ditemukan di dalam tempat bersarang dan bersarang
Solusi pengendalian burung yang efektif dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
· Jaring anti burung, sistem jaring yang digunakan untuk menjauhkan burung dari area tertentu tanpa membahayakan. Berfungsi sebagai penghalang, mencegah burung masuk atau bersarang di zona yang dilindungi. Sering digunakan untuk melindungi bangunan, monumen, dan ruang terbuka,
· Paku
burung, alat yang dikenal dengan nama bird spike dirancang khusus sebagai
pencegah bukan perangkap agar burung tidak hinggap. Memiliki bentuk alas datar
dan terdapat paku yang letaknya tidak beraturan
· Sistem
tiang dan kawat, pemasangan serangkaian kawat tipis yang ditopang oleh tiang di
permukaan yang datar. Ketika burung mencoba hinggap di kawat-kawat ini, mereka
akan merasa tidak stabil dan tidak nyaman
· Pencegah
suara dan visual, penggunaan gelombang ultrasonik yang dipasang pada area
tempat burung berkumpul. Alat bantu visual reflektif menggunakan metode
pemantulan cahaya sehingga mengganggu navigasi burung
· Pengasapan
(fogging), metode pengasapan untuk mengusir burung dengan cara
mengganggu sistem pernafasan
· Pengumpanan,
metode pencampuran umpan dan racun agar burung memakannya dan kemudian mati.
Umpan seperti beras atau jagung direndam menggunakan alkohol selama 24 jam.
· Eradikasi,
perusakan sarang agar burung tidak nyaman karena area hidupnya telah diganggu
· Biopestisida,
penyemprotan bahan alami yang aromanya menyengat sehingga membuat burung tidak
mau hingga di tempat tersebut
REFERENSI
Stukenholtz,
E. E., Hailu, T. A., Childers, S., Leatherwood, C., Evans, L., Roulain, D., ...
& Stevens, R. D. (2019). Ecology of feral pigeons: population monitoring,
resource selection, and management practices. In Wildlife population
monitoring. IntechOpen.
https://www.apexbirdcontrol.uk/article/bird-control-in-urban-areas
https://www.pctonline.com/article/successful-bird-control-strategies/
https://www.efzer.co.id/jasa-pengendalian-pencegahan-penanganan-pembasmian-hama-burung-jakarta/