Pare dan Lada Sang Penyelamat dari Nyamuk Aedes aegypti 

        Nama Aedes aegypti mungkin sudah asing terdengar di telinga kita. Nyamuk ini merupakan salah satu spesies yang hidup berdampingan dengan kita. Namun sayangnya jenis nyamuk ini menimbulkan ancaman bahaya bagi manusia. Gigitan nyamuk Aedes sp merupakan ancaman bagi masyarakat Indonesia. Efek samping dari gigitan nyamuk ini yaitu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD yang disebabkan oleh virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpictus. Gejala ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan menifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta adanya kemerahan di bagian permukaan tubuh pada penderita. Kedua jenis nyamuk ini mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Kedua jenis nyamuk ini merupakan vektor yang sangat baik untuk virus dengue namun vektor epidemi Aedes albopictus kurang efisien jika dibanding dengan Aedes aegypti (Ariani, 2016).

    Nyamuk Aedes aegypti mempunyai siklus hidup sempurna yaitu mengalami metamorphosis sempurna (holometabola) yang terdiri dari 4 (empat) stadium yaitu telur, larva, pupa, nyamuk dewasa. Nyamuk betina meletakkan telurnya diatas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Stadium telur, larva dan pupa hidup di air. Pada umumnya, telur akan menetas menjadi larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium larva biasanya berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Suatu penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu yang diperlukan dalam stadium larva pada suhu 270 C adalah 6, 4 hari dan pada suhu 23-260 C adalah 7 hari. Stadium pupa yang berlangsung 2 hari pada suhu 25-270 C, kemudian selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Dalam suasana yang optimal perkembangan dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu sedikitnya 9 hari. Umur nyamuk betina diperkirakan mencapai 2-3 bulan (Pahlevi, 2017). 

        Penggunaan  insektisida  sintetis  secara  berlebihan  dan  dalam  waktu  yang  panjang  dapat menimbulkan efek negatif baik pada organisme target (nyamuk menjadi resisten) maupun organisme non  target  (manusia  dan  lingkungan).  Usaha alternatif yang dapat  mengendalikan  populasi  serangga sangat diperlukan. Salah satunya adalah penggunaan insektisida alami(Safar, 2010). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alami yaitu sebagai ovisida telur nyamuk Aedes aegypti adalah tanaman pare dan lada. Triterpenoid, flavonoid, saponin, dan alkaloid yang terkandung  pada  buah  pare dan lada  pada  kadar  tertentu  memiliki  potensi  toksisitas  akut.  Flavonoid dan triterpenoid  menurut  penelitian  terdahulu  dapat  berperan  sebagai  penghambat  perkembangan  telur menjadi   larva. Flavonoid memiliki   aktivitas   juvenil   hormon   yang   membuat   pengaruh   pada perkembangan  serangga  dari  telur  menjadi  larva (Mayangsari  et  al.,  2015). 

(Gambar 1. Tanaman Pare)

            Triterpenoid memiliki efek  penting  yang  dapat  menghambat  perkembangan  telur  menjadi  larva. Triterpenoid merupakan   salah   satu   kelas saponin. Saponin merupakan entomotoxcity yang dapat menghambat perkembangan telur menjadi larva dengan cara merusak membran telur terlebih dahulu. Telur terbagi atas lapisan chorionic dan lapisan micropyles sehingga  flavonoid dan saponin masuk    kedalam    telur    dan    menyebabkan  gangguan    pada  perkembangan  telur nyamuk Aedes aegypti. Mekanisme kerusakan struktur telur terjadi akibat masuknya zat aktif insektisida  melalui titik-titik  polygonal  yang  terdapat  pada  permukaan  pada  telur  nyamuk   Aedes  aegypti,  pengaruh  senyawa yang terdapat pada perasan buah pare yaitu saponin yang menyebabkan perubahan pada struktur yang ada  pada  dinding  sel  dari   telur,   sehingga  flavonoid  dan  terpenoid  masuk  kedalam  telur  dan menyebabkan cairan  dari  dalam  sel  telur  keluar  sehingga  terjadi  dehidrasi  yang  menyebabkan gangguan  pada  perkembangan  telur (Mayangsari  et  al.,  2015).  Selaras dengan penelitian  yang  dilakukan  oleh  Maretta, et  al (2019),  kandungan  senyawa flavonoid,  alkaloid, saponin, tannin, dan terpenoid dapat menghambat pertumbuhan telur Aedes aegypti dan menyebabkan gagal   menetas   menjadi   larva. 

            Tanaman   lada (Piper   nigrum L.)   diketahui   juga   memiliki kandungan senyawa kimia alami berupa saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan alkaloid. Kandungan senyawa alkaloid yang paling banyak terkandung pada   tanaman   lada   yaitu   piperin   yang   dapat berfungsi  sebagai  anti  oksidan,  anti  inflamasi, analgesik,  anticolvusan,  depresan  sistem  saraf pusat  dan  insektisida.  Selain  itu,  juga  terdapat kandungan  yang menimbulkan bau dan warna pada tanaman lada (P. nigrum L.) yaitu a-terpinol, acetophenone,   hexonal,   nerol,   nerolidol,   1,8 cineol,    dihydrocarveol,    citral,    a-pinene    dan piperolnol (Fadilla, 2019).

                                                              (Gambar 2. Tanaman Lada)                                                     

        Penelitian yang dilakukan oleh Syaalma, et al., (2022) dengan perlakuan menggunakan  ekstrak  daun lada  dengan  konsentrasi  0,40%,  0,60%,  0,80%, 1,00%,  dan  1,20%  selama  72 jam,  menunjukkan bahwa  pada  konsentrasi  ekstrak  yang  semakin tinggi,   jumlah   telur   yang   menetas   semakin sedikit.  Sehingga  dapat  diketahui  bahwa  ekstrak daun lada yang memiliki efektivitas paling tinggi sebagai  ovisida  nyamuk Aedes aegypti yaitu  pada konsentrasi ekstrak 1,20%. 

         Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurlaili, et al., (2023) dengan memanfaatkan pare sebagai ovisida nyamuk Aedes aegypti dengan hasil yaitu konsentrasi pare sebanyak 10 dan 20% mampu membunuh telur Aedes aegypti sebesar 100%. Buah pare memiliki daya ovisida karena mengandung senyawa saponin, alkaloid, dan flavonoid. Senyawa ini dapat merusak struktur telur nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena perasan buah pare yang digunakan untuk merendam telur nyamuk Aedes aegypti mengganggu korion telur yang menyebabkan telur  nyamuk Aedes  aegypti menjadi  kering  diikuti  dengan  penyusutan  serta  menyebabkan  kematian (Agoes, 2010).

          Penelitian  Dhamaswara  (2017), menunjukkan  hasil  bahwa  perasan  buah  pare dapat  digunakan  sebagai  larvasida sedangkan pada  penelitian  ini diketahui  bahwa perasan  buah pare juga  memiliki  potensi  sebagai  ovisidakarena pada  konsentrasi  10% dapat  membunuh  100%  telur nyamuk Aedes  aegypti.  Hal  ini  dapat  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor,  antara  lain  lingkungan  (suhu ruangan)  dan  konsentrasi  perasan  pare  serta  waktu  paparan  terhadap  perasan  buah  pare  yang  terlalu lama. Buah pare mengandung senyawa insektisida yang berpotensi sebagai ovisida yaitu saponin dan flavonoid.  Kerusakan  struktur  telur  terjadi  akibat  masuknya  zat  aktif  insektisida  melalui  titik-titik polygonal.  Senyawa  saponin  menyebabkan  perubahan  pada  struktur  yang  ada  pada  dinding  sel  dari telur,  sehingga  flavonoid  masuk  kedalam  telur  akan  menyebabkan  cairan  dari  sel  telur  keluar.

        Kasus gigitan nyamuk Aedes aegypti sangat membahayakan apabila tidak dibasmi segera. Penggunaan insektisida kimia sangat membahayakan bagi hewan target maupun nontarget seperti manusia. Oleh karena itu, diperlukan alternatif insektisida alami seperti pare dan daun lada. Konsentrasi pare utuk ovisida yaitu 10-20% untuk mendapatkan hasil yang maksimal, konsentrasi daun lada sebesar 1,20%. 


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. (2010). Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medika.

Ariani, A. (2016). Demam Berdarah Dengue (DBD)(1st ed.). Nuha Medika

Fadilla,  A.  (2019). Efektifitas  Serbuk  Biji  Lada Hitam (Piper Nigrum) Sebagai Insektisida Nabati Terhadap Kecoa Rumah (Periplaneta Americana). Bandar Lampung. Retrieved from http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/505. 

Maretta,  G.,  Kuswanto,  E.,  Septikayani,  N.  I., Raden,   I.   N.,   &   Lampung,   I.   (2019). Efektifitas   Ekstrak   Daun   Patikan   Kebo (Euphorbia    hirta    L)    Sebagai    Ovisida Terhadap    Nyamuk    Demam    Berdarah Dengue (Aedes aegypti). Ejournal. Radenintan.Ac.Id, 10(1),   2086–5945. Retrieved from http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/biosfer/article/view/4051

Mayangsari, I., Tri, U., Liana, S., & Betta, K. (2015). The Effects Of Krisan Flower (CrhysantheThe Effects  Of  Krisan  Flower  (Crhysanthemum  morifollium)  Extract  As  Ovicide  Of  Aedes Aegypti’s Eggmum morifollium) Extract As Ovicide Of Aedes Aegypti’s Egg. Jurnal Majority, 4(5).

Nurlaili Farida Muhajir, Fitri Nadifah, Nindi Afridayanti, dan Desto Arisandi. 2023. Perasan Buah Pare(Momordica charantia) sebagai Ovisida Aedes aegypti. Seminar Nasional Kesehatan. 

Pahlevi, B. F. M., & Kesetyaningsih, T. W. 2019. Proporsi Larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus, Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Daerah Endemik Suburban Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Balaba: Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara, 163–170.

Safar, R. (2010). Parasitologi Kedokteran Protozoologi Hemintologi Entomologi. Yrama Widya.

Syaalma Difatka Qurota’ayun, Emantis Rosa, Gina Dania Pratami, dan M. Kanedi. 2022. Potential of Papper Leaf (Piper ningrum L) Ethanol Extract As Ovicide for Aedes aegypti. Jurnal Sains Natural. Vol.12(4).