Resistensi Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Insektisida dan Pentingnya Rotasi Insektisida

Resistensi Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Insektisida dan Pentingnya Rotasi Insektisida 




Menurut Direktorat Jenderal P2P (2012), insektisida merupakan zat kimia serta bahan lainnya, jasad renik maupun virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah serangga yang dapat menularkan penyakit pada manusia. Insektisida yang memiliki daya bunuh yang besar dan cepat, tidak berbahaya bagi hewan vertebrata, ternak dan manusia dikatakan baik (Kandi et al., 2023).  Menurut Sutarto & Syani (2018), insektisida dikelompokan menjadi beberapa jenis yaitu Organoklorin (insektisida chlorinated hydrocarbon), Organofosfat (ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang merupakan insektisida paling toksik pada makhluk vertebrata), Karbamat (ester asam N-metilkarbamat atau penghambat asetilkolinesterase), dan Piretroid (berasal dari piretrum diperoleh dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium). 


Resistensi merupakan kemampuan suatu populasi serangga untuk bertahan dari dosis insektisida yang diberikan yang biasanya dapat membunuh spesies serangga tersebut. Resistensi  insektisida merupakan proses evolusi sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Penggunaan insektisida sebagai larvasida yang kurang tepat baik dari segi takaran, frekuensi dan lama waktu memicu kerentanan terhadap larva nyamuk. Pemaparan dalam dosis yang tidak terukur dalam waktu yang terus menerus berpotensi meningkatkan kekebalan larva nyamuk terhadap insektisida yang digunakan. Resistensi terhadap insektisida terjadi apabila penggunanya intensif selama kurang lebih  20  tahun dan terus menerus sepanjang tahun (Kandi et al., 2023).


Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti

Sumber gambar: alodokter.com


Nyamuk Aedes sp. di Indonesia telah resisten terhadap beberapa jenis bahan aktif insektisida, yaitu Malathion 0,8%, Bendiocarb 0,1%, Dikloro difenil trikloroetana (DDT), Lamda Sihalotrin 0,05%, Permetrin 0,75%, Deltametrin 0,05% dan Etofenproks 0,5% (Kandi et al., 2023). Insektisida yang paling umum digunakan adalah malathion, yang merupakan salah satu insektisida pengendali populasi nyamuk terutama vektor DBD yang sudah digunakan oleh Kementerian Kesehatan RI sejak Tahun 1972. Penelitian resistensi nyamuk Aedes aegypti sudah banyak dilakukan di Indonesia seperti di Jakarta dan Bogor  pada bulan September 2006 dan Bulan maret 2007 menggunakan metode standar baku WHO impregnated Paper Malathion 0,8 % menunjukan bahwa nyamuk Aedes aegypti di sudah resisten terhadap Malathion (Tasane, 2015).


Gambar 2. Contoh Merek Malathion 

Sumber gambar: fertilizers.com.sg 


Menurut Syahputra & Nurfadly (2020), Resistensi dapat terjadi menurunnya sensitivitas pada sistem saraf dan aktivitas enzim asetilkolinesterase dalam tubuh serangga. Resistensi terjadi dikarenakan kemampuan serangga mampu  memodifikasi kutikula atau lapisan saluran pencernaannya untuk mencegah atau memperlambat absorbsi insektisida. Berdasarkan penelitian tentang resistensi Aedes aegypti terhadap insektisida karbamat, menunjukkan  bahwa penggunaan insektisida karbamat dalam jangka waktu lama akan menginduksi terjadinya resistensi terhadap bahan aktifnya.


Dalam terjadinya resistensi terhadap insektisida pada Aedes sp. hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.Faktor pertama yaitu faktor genetik berupa gen yang menyandi pembentukan enzim eseterase, dapat menyebabkan resistensi serangga terhadap insektisida. Faktor kedua yaitu faktor operasional meliputi bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian vektor serta aplikasi insektisida berupa cara aplikasi, frekuensi dan lama penggunaan. Faktor yang ketiga yaitu faktor biologis yang meliputi biotik seperti adanya perkawinan monogami atau poligami, pergantian generasi, perilaku serangga seperti migrasi, isolasi, serta kemampuan serangga untuk perlindungan terhadap bahaya (Syahputra & Nurfadly, 2020).






Pentingnya Pemahaman Mengenai Kandungan Insektisida Berfokus Kepada Komposisi Produk Bukan pada Mereknya. 



Salah satu metode untuk mencegah terjadinya resistensi adalah dengan menggunakan metode rotasi produk. Jika penggunaan pestisida berulang kali diperlukan, insektisida perlu diganti dengan cara kerja yang berbeda terhadap hama. Produk yang digunakan berasal dari golongan kimia lain dengan cara kerja yang berbeda dibandingkan insektisida yang digunakan sebelumnya. Teori rotasi produk didasarkan jika terdapat individu dalam suatu populasi yang resisten terhadap insektisida dari satu kelas, kemungkinan besar serangga tersebut tidak akan resisten terhadap insektisida dari kelas lain. Karena hal itu, jika serangga tersebut setiap kali terpapar insektisida dari kelas yang berbeda, kemungkinan besar serangga tersebut tidak akan mengembangkan resistensi terhadap produk apa pun.


Hal yang perlu digaris bawahi adalah pentingnya pemahaman mengenai komposisi suatu merek produk insektisida. Rotasi insektisida yang berfokus pada penggunaan merek yang berbeda tidak benar karena kemungkinan besar komposisinya sama jika tidak dicermati terlebih dahulu, sehingga resistensi tidak akan tercegah. 


Sebagai contoh untuk insektisida nyamuk, insektisida spray merek Baygon tidak dapat dirotasi dengan insektisida spray merek HIT karena memiliki kandungan aktif utama yang sama yaitu Cypermethrin atau Sipermetrin dengan kandungan yang paling tinggi dibandingkan dengan kandungan jenis lainnya.



Gambar 3. (a) Komposisi bahan aktif Baygon; (b) Komposisi bahan aktif HIT





REFERENSI



Kandi, J., C., Almet, J. & Ndaong, N., A. 2023. Literature Study of Resistance Status of Aedes sp. Against Larvicides in Indonesia. Jurnal veteriner Nusantara, 6(10). 


Tasane, I. 2015. Uji Resistensi Insektisida Malathion 0,8% Terhadap Nyamuk Aedes aegypti di Wilayah Fogging Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Ambon. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(3), pp.162-174. 


Sutarto & Syani, A., Y. 2018. Resistensi Insektisida pada Aedes aegypti. Jurnal Agromedicine Unila,  5(2), pp.582-586. 


Syahputra, M., T. & Nurfadly. 2020. Uji Resistensi Insektisida Golongan Karbamat Terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti Di Kecamatan Medan Denai. Artikel Penelitian, 3(3), pp.164-174. 



 Author: Isnaeni Nur A.