Pengaruh Kualitas Air dalam Bak Mandi terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Nyamuk Aedes aegypti

 

Pengaruh Kualitas Air dalam Bak Mandi terhadap Perkembangbiakan

Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Nyamuk Aedes aegypti

        Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia, yang mencakup hampir semua tempat yang terkena demam berdarah. Hal ini menyebabkan penyebarannya baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, termasuk daerah yang padat penduduknya (Silalahi, 2014). Penularan penyakit DBD oleh nyamuk Aedes aegypti diawali melalui perilaku menggigit, perilaku istirahat, dan daya jelajahnya yang memudahkan penyebaran virus dengue (Yudastuti, 2005). Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari empat fase yang berbeda, yaitu telur, jentik, pupa, dan nyamuk dewasa. Nyamuk jenis ini memiliki siklus hidup yang sempurna. Spesies ini meletakkan telurnya di permukaan air yang bersih satu per satu. Telurnya berbentuk elips dan berwarna hitam. Selain itu, telur-telur tersebut berbeda satu sama lain. Telur-telur tersebut dapat mengeluarkan uap air dalam kurun waktu 1-2 hari dan kemudian mengalami metamorfosis menjadi larva.

            Nyamuk Culex quinquefasciatus menunjukkan perilaku makan di malam hari dan menyebabkan gangguan pada manusia. Larva Culex quinquefasciatus. berkembang biak di air yang tidak bersih dan banyak ditemukan di daerah perkotaan dan pedesaan. Nyamuk Culex berpotensi menyebabkan penyakit Japanese Encephalitis, yaitu infeksi pada otak, dan juga dapat menjadi vektor filariasis (Mayasari, 2011). Untuk membedakan nyamuk jantan dan betina, penting untuk mengamati rambut dan bulu pada antena. Nyamuk jantan memiliki antena yang rapat dan memanjang, sedangkan nyamuk betina memiliki antena yang lebih pendek dan tersebar (Ideham & Pusarawati, 2014).


Gambar 1.1 (Tingkah laku nyamuk Aedes aegypti dalam bak air yang bersih)

        Pertumbuhan dan perkembangan nyamuk sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Biasanya, nyamuk Aedes aegypti akan meletakkan telurnya pada kisaran suhu 20 hingga 30 derajat Celcius (Ridha, 2013). Persentase penetasan telur di laboratorium dipengaruhi oleh suhu ruangan (Setiyaningsih, 2014). Menurut Sembel (2009), secara teoritis nyamuk Aedes aegypti berkembang biak pada air yang jernih dan tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Menurut penelitian Jacob (2014), jentik Aedes aegypti dapat berkembang biak tidak hanya pada air bersih, tetapi juga pada air limbah yang tergenang yang lama kelamaan menjadi jernih.
        Yogyana (2013) menyatakan bahwa larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup di dalam wadah yang berisi air dengan tingkat pH antara 5,8 hingga 8,6. Selain itu, mereka juga dapat mentolerir air dengan konsentrasi garam berkisar antara 0 hingga 0,7 gram per liter (Kemenkes RI, 2011).


Gambar 1.2 (Tingkah laku nyamuk Culex quinquefasciatus dalam bak air yang kotor).

        Nyamuk Culex quinquefasciatus betina memiliki kemampuan untuk menyimpan maksimal 100 telur dalam sekali bertelur. Telur-telur tersebut disimpan di permukaan air, khususnya menempel di dinding vertikal tempat penampungan air. Nyamuk betina Culex quinquefasciatus lebih menyukai tempat penampungan air yang tertutup rapat daripada tempat penampungan air yang terbuka ketika memilih tempat untuk meletakkan telurnya. Preferensi ini muncul dari fakta bahwa tempat penampungan air yang tertutup longgar sering kali memiliki tutup yang tidak terpasang dengan benar, yang menciptakan lingkungan yang lebih gelap di dalamnya (Purnama, 2010).
      Telur Culex quinquefasciatus memiliki ciri-ciri seperti peluru, berwarna coklat tua, ujungnya tumpul, dan cenderung bergerombol (Ideham & Ousarawati, 2014). Nyamuk Culex quinquefasciatus meletakkan telurnya dalam jarak yang berdekatan, sehingga membentuk rakit yang mengapung (Sutanto et al., 2013).








REFERENSI

Ideham, A., & Pusarawati, S. 2014. Identifikasi Nyamuk Anopheles spp. Sebagai Vektor Malaria di Desa Tumbang Samba Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Barito Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 9(3), 198-204.

Jacob, A., D. Pijoh, Victor W. 2014. Ketahanan Hidup dan Pertumbuhan Nyamuk Aedes spp pada berbagai Jenis Air Perindukan. Jurnal eBiomedik (eBM), 2 (3): 1 – 5.

 

Kemenkes. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Top of Form

 

Mayasari, S. 2011. Identifikasi dan Distribusi Spesies Nyamuk Vektor Filariasis di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Tesis Sarjana, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang, Indonesia.

 

Purnama, A. 2010. Studi Identifikasi dan Karakteristik Fisik Perilaku Oviposisi Nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Skripsi Sarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.Top of Form

Top of Form

 

Silalahi, L. 2014. Demam Berdarah--Penyebaran dan Penanggulangan. Jakarta: Litbang Departemen Kesehatan RI.

 

Setiyaningsih, Riyani. 2014. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Presentase Tetas Telur Aedes aegypti di Laboratorium. Jurnal Vektora, 6 (1): 9 – 12

 

Sembel, Dantje T. 2009. Entomologi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

 

Sutanto, H., Setiawati, L. A., & Nugroho, A. 2013. Aplikasi Protokol Penelitian dan Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue. Universitas Gadjah Mada.

 

Ridha, M. Rasyid, Nita R., Nur A., Dian E. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Kontainer dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Jurnal Buski), 4(3): 133 – 137.

 

Yudastuti, R dan Anny, V. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1 (2).


Yogyana, Lucia, Erniwati I., Agus B. 2013. Hubungan Karakteristik Lingkungan Kimia dan Biologi dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Endemis DBD di Kel. Kassi-Kassi Kec. Rappocini Kota Makassar. Artikel Ilmiah. Makassar.








Author : Fuad Kamaludin